Jumat, 20 Agustus 2010

Garam dan Telaga


Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirudung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan.

“Coba, minum ini, dan katakana bagaimana rasanya.” Ujar Pak tua itu.

“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah ke samping.

Pak tua itu sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan pada akhirnya sampailha mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk – aduk dan tercipta riak air, mengusik ketengan telaga itu.

“Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah.”

Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak tua itu berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”

“Segar.” Sahut tamunya.

“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, Tanya Pak tua lagi.

“Tidak”, jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak tua itu menepuk – nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh disamping telaga itu.

“Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

Tapi kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari dasar tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan.

Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak tua lalu kembali memberikan nasehat.

“Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama – sama belajar hari itu. Dan Pak tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Obrolan

Ads Banner

Followers

Catatan Tarbiyah Copyright © 2009 Daya Mandiri Designed by Rizky Priyatna